Oleh: Elly Anasrul Firdaus, S.Pd
DALAM sejarah manusia tidak akan pernah lepas dari dua
hal yaitu khalifatullah dan makhluk sosial. Khalifatullah berfungsi sebagai
orang yang menjaga stabilitas kehidupan di muka bumi sedangkan makhluk sosial
adalah bahwa kehidupan manusia itu akan saling membutuhkan antara yang satu
dengan yang lainnya. Hal di atas menjadi dasar pentingnya akhlak bagi keberlangsungan
kehidupan manusia yang erat kaitannya dengan حَبْلٌ مِنَ اللَّهِ hubungan
dengan Allah SWT sebagai sang pencipta manusia dan حَبْلٌ مِنَ النَّاسِ
hubungan sesama manusia sebagai makhluk sosial yang saling membutuhkan. Maka
dari itu sebagai orang Islam kita wajib tahu dan mengambil hikmah peristiwa
dimasa lalu sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad SAW.
Banyak sekali cerita dan
hikmah yang bisa kita petik pada masa itu seperti peristiwa tenggelamnya Bahtera
Nuh. Dimana diceritakan pada masa itu ada sekelompok orang yang tidak percaya
dengan ajakan Nabi Nuh untuk menaiki
kapal agar terhindar dari banjir bandang. Bahkan, Kanaan anak dari Nabi Nuh
lebih memilih menaiki gunung tertinggi pada saat itu berharap selamat dari
banjir bandang namun pada kenyataannya ditelan banjir juga karena menolak
ajakan Nabi Nuh. Cerita Nabi Isa di mana pada saat itu kita juga belajar dari
cerita Fir’aun pada zaman Nabi Musa yang diabadikan dalam Al-quran karena
kesombongannya bahkan mengganggap dirinya Tuhan, maka seketika itu Allah
tenggelamkan Fir’aun di dasar lautan yang dalam beserta singgasana dan
hartanya. Dan, penyesalan Fir’aun berakhir dengan sia-sia sampai jasadnya
diabadikan oleh Allah SWT untuk diambil pelajaran bagi manusia setelahnya.
Pada
masa Nabi Ibrahim, kita lihat bagaimana Allah menguji kesabarannya, anak yang
ia nantikan selama bertahun-tahun telah lahir, namun seketika itu Allah
memerintahkan untuk menyembelihnya. Nabi
Ibrahim pun menunjukkan keteguhan, ketaatan, dan kesabaran dalam menjalankan
perintah kepada Allah dan akhirnya menyembelih anaknya. Namun, Allah
menggantikannya dengan hewan yang kita kenal sekarang dengan Idul Qurban. Kita
juga belajar dari cerita Nabi Muhammad yang dijuluki sebagai nabi yang
mempunyai sifat Shiddiq, Amanah, Fathonah,Tablig, sabar, rendah hati,
lemah-lembut, dsb.
HIKMAH DIUTUSNYA NABI
1. Allah SWT mengutus para Rasul AS untuk mengenalkan
manusia tentang Rabb dan Pencipta mereka serta mendakwahkan mereka untuk
beribadah hanya kepada-Nya.
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي
إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ [٢١:٢٥]
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu
melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak)
melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (Al-anbiya (21): 25).
2. Kita mengetahui bahwa
semua bagian tubuh kita telah diciptakan untuk tujuan dan manfaat tertentu
(memiliki hikmah). Mata kita diciptakan dengan tujuan dan tidak diciptakan
sia-sia, demikian pula hidung kita, telinga kita, bahkan bagian tubuh paling
kecil pun diciptakan dengan manfaat tertentu dan tidak ada yang sia-sia. Maka
tidak dapat diragukan lagi bahwa kita secara keseluruhan pasti telah diciptakan
untuk sebuah hikmah (tujuan) yang jelas dan tidak mungkin diciptakan sia-sia.
أَفَحَسِبْتُمْ
أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ [٢٣:١١٥]
فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ [٢٣:١١٦]
فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ ۖ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ [٢٣:١١٦]
Maka apakah kamu mengira,
bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa
kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Maha Tinggi Allah, Raja yang
sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (yang mempunyai) ‘arsy yang
mulia. (Al-Mu’minun [23]: 115-116).
Namun Kita tidak mungkin
mengetahui hikmah tersebut kecuali dengan pengajaran Allah SWT melalui para
rasul alaihimussalam.
Penduduk bumi hari ini,
100 tahun yang lalu berada di alam ghaib kemudian lahir ke dunia, dan setelah
maksimal 100 tahun lagi pasti mereka meninggalkan dunia ini. Manusia tidak akan
pernah tahu mengapa ia datang ke dunia atau mengapa ia keluar setelah datang
kecuali dengan informasi dari Allah yang telah menciptakannya setelah
sebelumnya ia tidak ada sama sekali. Kemudian, ia datang ke dunia dalam keadaan
hidup lalu dimatikan untuk keluar dari dunia. Allah SWT mengutus para Rasul AS
untuk mengajarkan kepada kita permasalahan ini dan ia adalah perkara yang
paling krusial dan terpenting yang tidak dapat kita ketahui tanpa mereka.
Allah SWTyang telah
menciptakan kita, Dia lebih mengetahui tentang apa saja yang dapat memperbaiki
diri dan keadaan kita, apa saja yang menyucikan jiwa kita, membersihkan akhlaq
kita dan Dia telah memberi petunjuk kepada kita melalui para Rasul AS tentang
semua hal yang mengandung hakikat kebahagiaan dunia dan akhirat. Allah swt
berfirman:
كَمَا
أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا
وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا
لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ [٢:١٥١]
Sebagaimana (Kami Telah
menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di
antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan
mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa
yang belum kamu ketahui. (Al-Baqarah [2]: 151).
3. AllahSWT mengutus para
Rasul untuk menyelamatkan manusia dari perselisihan tentang prinsip-prinsip
hidup mereka dan menunjuki mereka kepada kebenaran yang diinginkan Sang
Pencipta. Dia berfirman:
وَمَا
أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ إِلَّا لِتُبَيِّنَ لَهُمُ الَّذِي اخْتَلَفُوا
فِيهِ ۙ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ [١٦:٦٤]
Dan Kami tidak menurunkan
kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada
mereka apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi
kaum yang beriman. (An-Nahl [16]: 64).
4. Allah SWT mengutus para
Rasul as untuk iqamatuddin (menegakkan agama-Nya), menjaganya (dari
pemalsuan dan upaya penyimpangan), untuk melarang manusia berpecah belah
(berbeda) tentangnya, dan agar manusia berhukum dengan hukum yang
diturunkan-Nya. Allah SWT berfirman:
۞ شَرَعَ لَكُمْ مِنَ
الدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا
وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰ ۖ أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ
وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ ۚ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ
إِلَيْهِ ۚ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ
يُنِيبُ [٤٢:١٣]
Dia telah mensyariatkan
bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang
telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim,
Musa, dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah
tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka
kepadanya. Allah menarik kepada agama itu
orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang
kembali (kepada-Nya).
إِنَّا
أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ لِتَحْكُمَ بَيْنَ النَّاسِ بِمَا
أَرَاكَ اللَّهُ ۚ وَلَا تَكُنْ لِلْخَائِنِينَ خَصِيمًا [٤:١٠٥]
Sesungguhnya Kami telah
menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili
antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah
kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela)
orang-orang yang khianat. (An-Nisa [4]: 105).
5. Allah SWT mengutus para
Rasul AS untuk memberi kabar gembira kepada orang-orang yang beriman tentang
janji-janji kebaikan berupa nikmat abadi sebagai balasan ketaatan mereka;
memperingatkan orang-orang kafir dengan akibat buruk kekafiran mereka, juga
untuk membatalkan alasan kekafiran mereka di akhirat karena Rasul telah
menyampaikan kebenaran kepada mereka (sehingga tidak ada alasan bagi mereka
untuk tidak tahu kebenaran). Dia berfirman:
رُسُلًا
مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ
بَعْدَ الرُّسُلِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا [٤:١٦٥]
(Mereka Kami utus) selaku
rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada
alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. dan
adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (An-Nisa [4]: 165).
6. Para Rasul AS diutus untuk memberikan uswah hasanah (keteladanan
yang baik) bagi manusia dalam perilaku yang lurus, akhlaq yang utama, ibadah
yang shahih dan istiqamah di atas petunjuk Allah SWT. Firman AllahSWT:
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ
وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا [٣٣:٢١]
Sesungguhnya telah ada
pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah. (Al-Ahzab [33]: 21).
Yang terpenting di era
milenial ini adalah bagaimana kita bisa mengambil hikmah dari peristiwa di masa
lalu dan juga kewajiban kita sebagai umat Islam untuk senantiasa menjaga ajaran
agama Islam yang membawa kesejukan batin, kedamaian antar sesama manusia,
rahmat bagi seluruh manusia dan alam semesta, dan saling mengingatkan dalam
kebenaran dan penuh kesabaran.
Semua arahan dan
petunjuk Ilahiyah yang
mulia ini sekali lagi tidak mungkin dipahami dan dijangkau oleh manusia dengan
semata menggunakan akal mereka yang sangat terbatas dan lemah. Mereka hanya
dapat mempelajarinya melalui wahyu Allah SWT kepada para rasul-Nya. (*)
*) Penulis adalah Guru
Bahasa Arab SD Islam dan Pondok Tahfidzh Baitul Makmur
Editor: Hendarmono Al
Sidarto
Jadikan sejarah menjadi imbrio ke depan yg lbh baik sbg titik awal kebangkitan diri menuju hr esok yg lbh Baik..
BalasHapus